Sabtu, 20 Agustus 2016

Indonesia di Ujung Pena


Tujuh Puluh Satu Tahun


Tujuh puluh satu tahun usiaku 
Sejak terlahir kembali
Dalam khidmat proklamasi
Dalam haru biru ekspektasi
Nyanyian bangsa meruak
Merah putih berkibar di tonggak


Tujuh puluh satu tahun perjalananku
Sejak merangkak dari gemerlapan
Hingga langit telah biru
Hujan telah turun
Menghapus cecer darah di tubuhku
Dan bunga telah bermekaran
Merebak harum di taman pusara para pejuangku

17 Agustus 2016



Pigura

Di sini kusaksikan alur kehidupan
Saat kubuka jendela di pagi hari
Azan masih mendayu
Menggelar nuansa alam yang syahdu
Terlihat renta besenandung bisu
Menjejak ke surau
Mengambil air dan berwudhu


Rumah-rumah kotak bersusun
Dilatarbelakangi gedung-gedung tua
Membumbung senyuman abadi
Dari para penghuninya
Anak-anak ke sekolah
Dengan langkah seirama
Raut wajah yang tak kenal lelah
Menggenggam harapan dari bunda


Tampak seorang pujangga
Duduk di ambang jendela
Menjabat mesra penanya
Pada kertas ia bercerita
Tentang sejarah yang terkubur
Membangkit kenangan lama
Ketika ibu pertiwi tak lagi dituba
Dan sang pusaka telah berkibar di tiangnya


Ingin aku berlari
Merasakan indahnya kebebasan
Di ujung pantai ufuk timur itu
Bersama kawanan camar
Menyaksikan deburan ombak
Yang menghantam papan dermaga
Dan angin yang bertiup riuh
Menghempas perahu ke lautan
Di bawah cahaya jingga
Mengukir jalur sinar yang berkilauan
Jauh di ujung cakrawala


Namun terkadang
Awan hitam mengarungi jiwa kami
Badai keegoisan menerpa naluri kami
Keadilan lumpuh
Harapan terbenam di dasar lumpur
Dan saat bencana melingkupi persada
Hanya kepapaan yang tersisa
Kebahagiaan dahulu kini debu
Senyum indah dahulu kini layu


Mari satukan hati
Mengejar mimpi bangsa ini
Mumpung hari masih pagi
Tiada rintangan yang menghalangi

By: Faiza Maulia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar